Sabtu, 12 November 2011

sistem penunjang keputusan


seorang pemborong akan membuat dua macam tiang yang terbuat dari bahan beton. Tiang I memerlukan campuran 2 sak semen dan 3 karung pasir, sedangkan tiang II memerlukan campuran 1.5 bak semen dan 2 karung pasir. Pemborong tersebut memiliki persediaan 15 sak semen dan 21.5 karung pasir. Formulasikan dan selesaikanlah masalah ini !



A. Penyelesaian menggunakan Persamaan Linier :

2X1 + 1.5X2 = 15
3X1 + 2X2    = 21.5

·     Mencari Nilai X2


2X1 + 1.5X2 = 15   x3
3X1 + 2X2 = 21.5   x2

6X1 + 4.5X2 = 45
6X1 + 4X2    = 43


          0.5X2  =2
              X2   = 2 / 0.5
              X2   =4

·     Mencari Nilai X1, (X2=4)

3X1 + 2X2 = 21.5
3X1 + 2(4) = 21.5
3X1 + 8      = 21.5
            3X1 = 21.5 – 8
    3X1 = 13.5
      X1 = 13.5/3
  X1 = 4.5

Sehingga kita dapat X1 untuk Tiang 1 = 4.5 , X2 untuk Tiang 2 = 4.



2X1 + 1.5X2 = 15
3X1 + 2X2    = 21.5


Jadi hasil dari persamaan linier diatas didapat kesimpulan bahwa :

1. Tiang 1 (X1)  menghabiskan 2(4.5) = 9 sak semen dan 3(4.5) = 13.5 kantung pasir.
2. Tiang 2 (X2)  menghabiskan 1.5(4) = 6 sak semen dan 2(4) = 8 kantung pasir.

Jadi total sak semen yang digunakan untuk tiang 1 dan tiang 2 adalah :

(X1+X2) => 9 + 6 = 15           Sak Semen.
(X1+X2) => 13.5 + 8 = 21.5   Kantung Pasir


B. Penyelesaian Menggunakan Excel :
Dari  penyelesaian  persamaan  Linier  secara  manual  kita  dapat  melakukannya  di
excel sebagai berikut :
1.
Buat Formula untuk mencari X
1
2.
Buat  Formula  untuk  mencari  X
2
Maka didapatlah nilai X
dan X
, masing   masing yaitu 4.5 dan 4.
1
2
3.
Hitung  total  penggunaan  sak  semen  dan  kantung  pasir  untuk  tiang  1. 


4.
 Hitung  total  penggunaan  sak  semen  dan  kantung  pasir  untuk  tiang  2 



Rabu, 12 Oktober 2011

LAYANAN TELEMATIKA DI BIDANG TRANSPORTASI

Telematika transportasi adalah cabang teknologi yang mengintegrasikan telekomunikasi dan software engineering di bidang sistem transportasi. Saat ini bidang ini telah memainkan peran penting dalam manajemen efektif jaringan infrastruktur transportasi dan menyediakan kolaborasi optimum antara berbagai jenis tipe transportasi, atau yang dikenal dengan transportasi multimodal (multimodal transport).

Sistem transportasi cerdas, mendukung dan menyediakan berbagai jenis layanan transportasi ke institusi dan pribadi. Karena, kategori user di dalam layanan telematika transportasi adalah tidak homogen, maka berbagai jenis layanan harus disiapkan penyelenggara jasa.
User2 tersebut adalah sbb:
• Sistem Telematika Trafik
• Sistem Telematica Vehicle pada strategi kendali (Hybrid electric vehicle) cerdas
• Space Vector Modulation = Modulasi Vector Ruang (RVM)
• Matrix converter
Telematika Meningkatkan Keselamatan Berkendara
Keselamatan Aktif Dan Pasif
Dalam hal fitur keselamatan kendaraan, istilah “aktif” dan “pasif” memiliki arti yang bertentangan dari yang sebenarnya. Istilah “aktif” biasa merujuk pada bagaimana cara mencegah timbulnya kecelakaan, dan istilah “pasif” merujuk pada kemampuan struktur kendaraan dalam melindungi penumpang di dalamnya ketika terjadi kecelakaan.
Namun, kedua istilah tersebut juga menggambarkan keterlibatan fungsi perangkat atau sistem keselamatan pada kendaraan berpenumpang. Dengan pengerian tersebut, perangkat dan sistem keselamatan aktif adalah fitur-fitur yang harus diaktifkan terlebih dahulu oleh penumpang agar dapat berfungsi dan bekerja, seperti memasang sabuk pengaman. Sedangkan perangkat dan sistem keselamatan pasif—contohnya air bag—merupakan fitur keselamatan yang bekerja tanpa memerlukan adanya masukan atau tindakan dari penumpang. Jadi, penggunaan istilah “aktif” dan “pasif” yang bertentangan muncul dari pengertian bahwa perangkat dan sistem keselamatan pasif—yang tidak memerlukan masukan atau tindakan dari penumpang—dapat bekerja dengan sendirinya secara aktif.
Dalam beberapa tahun terakhir, penerapan teknologi dalam produksi kendaraan terus ditingkatkan. Produsen mobil memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menghasilkan produk yang lebih aman, nyaman dan mudah dikendarai. Salah satu alat yang memanfaatkan teknologi untuk peningkatan keselamatan berkendara adalah global positioning system (GPS).



Global Positioning System adalah salah satu peerapan telematika di bidang transportasi
GPS merupakan perangkat elektronik yang populer terdapat pada mobil dalam beberapa tahun terakhir ini. GPS memanfaatkan teknologi telematika untuk dapat berfungsi sebagai alat navigasi elektronik. Perangkat tersebut menggunakan satelit untuk memantau lokasi kendaraan Anda, sehingga dapat menuntun Anda ke tempat tujuan tanpa perlu tersesat.
Manfaat GPS lainnya yang dapat membantu Anda berkendara dengan lebih aman. Berikut di antaranya:
·         Aman Saat Berkendara Dalam Cuaca Buruk
Hujan lebat dan kabut yang pekat membuat berkendara menjadi berbahaya dan nyaris tidak mungkin, terlebih bila Anda tidak yakin dengan arah yang Anda tuju. Saat Anda tidak dapat menemukan jalan yang Anda inginkan, Anda akan menjadi pengendara yang bingung dan kurang waspada. GPS membantu Anda untuk tetap berada di jalur yang tepat dengan cara menunjukkan pada Anda akan adanya belokan, tanjakan dan turunan, ataupun persimpangan jalan.
·         Meningkatkan Keamanan Saat Berkendara Malam Hari
Salah satu manfaat terbaik dari GPS adalah kenyataan bahwa alat tersebut bisa memberi Anda peringatan lebih terhadap jalan pada malam hari dan pada kondisi jarak pandang yang rendah. GPS akan menginformasikan Anda mengenai kondisi jalan di depan Anda jauh sebelum Anda bisa melihatnya sendiri.
·         Memberi Anda Arah Yang Tepat Dalam Situasi Darurat
Situasi darurat bisa jadi hal yang menakutkan bagi Anda dan penumpang Anda, terlebih bila Anda tidak yakin ke mana Anda harus pergi untuk mengatasi situasi tersebut. GPS mampu mengarahkan Anda ke lokasi terdekat di mana terdapat bantuan. Kebanyakan sistem GPS telah dilengkapi dengan fitur yang dapat memberi Anda arah ke pos polisi atau rumah sakit terdekat.

http://vhyo17.wordpress.com/category/pengantar-telematika/





Contoh penerapan telematika di bidang transportasi

Sebagai contoh yang menerapkan layanan telematika di bidang transportasi di Indonesia ialah TOYOTA.

Semakin tingginya mobilitas masyarakat, terutama di wilayah perkotaan, membutuhkan layanan penunjang yang mampu membantu masyarakat untuk sampai ke tujuannya dalam waktu singkat. Toyota melihat peluang ini dengan mengembangkan
layanan telematika.

Telematika (telekomunikasi dan teknologi satelit) akan menjadi bagian dari gaya hidup berkendara di abad 21 yang harus difasilitasi. “Kami terus melakukan inovasi dan pengembangan teknologi Telematika menyesuaikan kebutuhan konsumen. Prinsipnya teknologi ini harus memudahkan konsumen,” kata Joko Trisanyoto, Direktur Marketing Toyota Astra Motor (TAM) sewaktu berbincang-bincang di acara bertajuk Toyota 21th Century Mobility Lifestyle di booth Toyota Indonesia International Motor Show (IIMS).

Saat ini, Toyota telah mencetuskan dua macam sistem teknologi telematika secara bergerak yang dapat diakses melalui telepon seluler, yaitu M-Toyota dan Toyota Navigation. Hingga Juni 2008, M-Toyota telah diakses hingga 180.000 pengunjung setiap bulan. Layanan ini berisi informasi produk, layanan purna jual, hingga hal-hal
yang bersifat emergency.

Selain itu, Toyota juga memiliki layanan navigasi yang menggandeng perusahaan pemetaan Tele Atlas. Informasi dan peta lengkap dengan 13.000 lokasi-lokasi penting, mulai hotel, rumah sakit, hingga dealer Toyota sudah terekam. Saat ini peta tersebut sudah meng-cover wilayah Pulau Jawa dan Bali. Pada September 2008, layanan peta akan menjangkau mencapai Sumatra.

Toyota juga mengembangkan perangkat keras dan Graphics User Interface (GUI) yang didesain secara khusus. Dengan layanan Toyota Genuine Accesories (TGA). Toyota juga mempermudah pengguna Toyota Navigation dengan memberikan update perangkat lunak tanpa dikenai biaya.

Toyota melengkapi layanan telematikanya dengan layanan Mobile Reward Exchange (MORE) yang dirancang dalam mobile platform untuk pengguna telepon seluler. Bagi konsumen yang mengikuti MORE akan mendapat informasi seputar M-Toyota dan info program.


Minggu, 27 Februari 2011

PENEBANGAN LIAR (ILLEGAL LOGGING), SEBUAH BENCANA BAGI DUNIA KEHUTANAN INDONESIA YANG TAK KUNJUNG TERSELESAIKAN


PENDAHULUAN

Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia,
dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora
dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Dalam,
kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).

Penebangan liar merupakan sebuah bencana bagi dunia kehutanan Indonesia yang berdampak luas bagi kondisi lingkungan, politik, ekonomi dan sosial budaya Indonesia. Mengingat hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai definisi dan latar belakang terjadinya illegal logging, siapa aktornya?,
bagaimana polanya?, apa dampaknya?, bagaimana proses penegakan hukumnya?, mengapa sulit dihentikan? dan bagaimana upaya penanggulanngannya?.

DEFINISI DAN LATAR BELAKANG TERJADINYA ILLEGAL LOGGING

Menurut konsep manajemen hutan sebetulnya penebangan adalah salah satu rantai kegiatan yaitu memanen proses biologis dan ekosistem yang telah terakumulasi selama daur hidupnya. Penebangan sangat diharapkan atau jadi tujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak negatif seminimal mungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan oleh siapa saja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), tetapi kegiatan penebangan liar (illegal logging) bukan dalam kerangka konsep manajemen hutan.


Penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan
melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang
mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area
konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di
hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan
produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dimana kayu
yang dianggap legal adalah kayu yang bersumber dari :

• HPH (konsesi untuk kayu di hutan produksi dengan ijin dari Dephut);
• HTI di hutan produksi (ijin konsesi hutan tanaman oleh Dephut);
• IPK HTI dengan stok tebangan < 20 m³ (ijin tebangan oleh Pemprov
   mewakili pemerintah pusat);
• IPK Kebun (ijin tebangan oleh Pemprov mewakili pemerintah pusat);
• Hutan rakyat (di luar kawasan hutan);
• Ijin Bupati untuk pelaksanaan penebangan di luar batas kawasan hutan,
   untuk industri dan/atau masyarakat adat;
• Hutan kemasyarakatan (HKm) (ijin hutan rakyat di hutan produksi di
   keluarkan oleh Dephut);

• HPH kecil (ijin 5000 ha kayu hutan alam berlaku untuk 25 tahun,
   dikeluarkan oleh Bupati antara 27 Januari 1999 dan 8 Juni 2002) jika
   potensi kayunya masih ada;
• KDTI (dikeluarkan oleh Dephut kepada Masyarakat Adat Pesisir, Krui,
   Lampung Barat);
• Konsesi Kopermas yang disahkan oleh Menteri Kehutanan dan atau
   dikeluarkan antara 27 Januari 1999 dan 8 Juni 2002;
• Impor yang sah;
• Lelang yang sah (Petunjuk yang jelas harus disusun untuk
  mengidentifikasi pelelangan yang sah, untuk menghindari permainan
  pengesahan kayu ilegal).


Sedangkan kayu yang ilegal adalah kayunya berasal dari :
• Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung;
• Ijin Bupati di dalam kawasan hutan (misalnya IPKTM, HPHH, IPPK)
   yang diterbitkan setelah 8 Juni 2002;
• IPK HTI dengan stok tebangan >20m3;
• Konsensi Kopermas yang dikeluarkan oleh Pemrerintah Daerah setelah
  Desember 2004.

Atau dengan kata lain, batasan/pengertian Illegal logging adalah meliputi
serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan exploitasi sumber daya
hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu gelondongan, tahap pemrosesan dan tahap pemasaran; dan bahkan meliputi penggunaan cara-cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak. Pelanggaran-pelanggaran juga terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasan hutan nasional, dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secara nasional yang beroperasi di dalam kawasan ini, tidak didemarkasi di lapangan dengan melibatkan masyarakat setempat.

Terjadinya kegiatan penebangan liar di Indonesia didasari oleh beberapa
permasalahan yang terjadi, yaitu :

• Masalah Sosial dan Ekonomi
Sekitar 60 juta rakyat Indonesia sangat tergantung pada keberadaan hutan,
dan pada kenyataanya sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi
kemiskinan. Selain itu, akses mereka terhadap sumberdaya hutan rendah.
Kondisi kemiskinan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pemodl
yang tidak bertanggung jawab, yang menginginkan keuntungan cepat
dengan menggerakkan masyarakat untuk melakukan penebangan liar. Hal
ini diperburuk dengan datangnya era reformasi dan demokratisasi, yang
disalah tafsirkan yang mendorong terjadinya anarki melalui pergerakan
massa. Yang pada gilirannya semakin menguntungkan para raja kayu dan
pejabat korup yang menjadi perlindungan mereka.

• Kelembagaan
Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah
dilakukannya penebangan liar, disamping lemahnya pengawasan instansi
kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui pemberian hak
penebangan huatn skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan
fragmentasi hutan.

• Kesejangan Ketersediaan Bahan Baku
Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk
kepentingan industri dan kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37
juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya penbengan kayu secara liar.
Disamping itu terdapat juga permintaan kayu dari luar negeri, yang
mengakibatkan terjadinya penyulundupan kayu dalam jumlah besar.
Dibukanya kran ekspor kayu bulat menyebabkan sulitnya mendeteksi
aliran kayu ilegal lintas batas.

• Lemahnya Koordinasi
Kelemahan korodinasi antara lain terjadi dalam hal pemberian ijin industri
pengolahan kayu antara instansi perindutrian dan instansi kehutanan serta
dalam hal pemberian ijin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan antara
instansi pertambangan dan instansi kehutanan. Koordinasi juga dirasakan
kurang dalam hal penegakan hukum antara instansi terkait, seperti
kehutanan, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

• Kurangnya komitmen dan lemahnya law enforcement
Rendahnya komitmen terhadap kelestarian hutan menyebabkan aparat
pemerintah, baik pusat maupun daerah, eksekutif, legislatif maupun
yudikatif, banyak terlibat dalam praktek KKN yang berkaitan dengan
penebangan secara liar. Penegak hukum bisa “dibeli” sehingga para aktor
pelaku pencurian kayu, khususnya para cukong dan penadah kayu curian
dapat terus lolos dari hukuman.